Beranda | Artikel
Hukum Memakai Masker Ketika Haji
Selasa, 23 September 2014

Hukum Memakai Masker Ketika Haji

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan larangan pakaian tertentu ketika ihram. Diantaranya,

Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ya Rasulullah, pakaian apa yang harus dikenakan orang yang ihram?’ jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam,

لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ ، إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ، وَلاَ تَلْبَسُوا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ أَوْ وَرْسٌ

Tidak boleh memakai baju, atau imamah (penutup kepala), atau celana, atau burnus (baju yang ada penutup kepala), atau sepatu. Kecuali orang yang tidak memiliki sandal, dia boleh memakai sepatu, dan hendaknya dia potong hingga di bawah mata kaki (terbuka mata kakinya). Dan tidak boleh memakai kain yang diberi minyak wangi atau pewarna (wantex). (HR. Bukhari 1468 dan Muslim 2848).

Dalam riwayat lain di shahih Bukhari, terdapat tambahan,

وَلاَ تَنْتَقِبِ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسِ الْقُفَّازَيْنِ

Wanita ihram tidak boleh memakai cadar dan tidak boleh memakai kaos tangan. (HR. Bukhari 1838, Nasai 2693 dan yang lainnya).

Kemudian, hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa ada seorang yang terjatuh dari ontanya hingga meninggal ketika ihram. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,

اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِى ثَوْبَيْهِ وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ وَلاَ وَجْهَهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا

Mandikan dengan air dan daun bidara, kafani dengan dua kainnya, jangan kalian tutupi kepalanya, tidak pula wajahnya. Karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil bertalbiyah. (HR. Muslim 2953).

Para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadis di atas, terkait hukum menutup wajah, termasuk mengenakan masker bagi orang yang ihram.

Pendapat pertama, orang yang ihram tidak boleh menutuppi wajah dan kepala. Dan jika seseorang terpaksa harus menutupi wajah atau kepala, karena sakit atau gangguan lainnya, maka dia wajib membayar fidyah, berupa puasa, sedekah makanan, atau meyembelih hewan, sebagaimana yang Allah sebutkan di surat al-Baqarah: 196.

Ini merupakan pendapat Malikiyah dan Hanafiyah, dan pendapat yang difatwakan Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh.

Alasan pendapat ini adalah hadis Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para wanita memakai cadar ketika ihram. Jika wanita yang lebih membutuhkan penutup wajah tidak diperbolehkah menutup wajahnya, tentu laki-laki lebih terlarang untuk menutup wajah.

Alasan kedua adalah hadis Ibnu Abbas, di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menutup kepala dan wajah jenazah yang ihram.

Dalam as-Syarh al-Kabir Ibnu Dirdir – Ulama Malikiyah – mengatakan,

وحرم على الرجل ستر وجه كلا أو بعضا أو رأس كذلك بما يعد ساترا كطين فأولى غيره كقلنسوة، فالوجه والرأس يخالفان سائر البدن إذ يحرم سترهما بكل ما يعد ساترا مطلقا

Haram bagi lelaki (yang ihram) untuk menutup wajahnya semuanya atau sebagian, demikian pula kepalanya, dengan sesuatu yang dianggap penutup, terlebih yang lainnya, seperti peci. Wajah dan kepala berbeda dengan anggota badan yang lain, di mana dua bagian ini haram untuk ditutupi dengan semua benda yang bisa dianggap pentup. (as-Syarh al-Kabir, 2/55).

Kemudian dalam kitab al-Hidayah Syarh al-Bidayah – kitab madzhab Hanafi –,

ولا يغطي وجهه ولا رأسه لقوله عليه الصلاة والسلام: لا تخمروا وجهه ولا رأسه فإنه يبعث يوم القيامة ملبيا قاله في محرم توفى ولأن المرأة لا تغطي وجهها مع أن في الكشف فتنة فالرجل بالطريق الأولى

Tidak boleh menutupi wajah dan kepalanya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Jangan menutuppi wajahnya dan kepalanya. Karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan bertalbiyah.’ Beliau sabdakan ini terkait orang ihram yang meninggal. Alasan lainnya, karena wanita tidak boleh menutupi wajahnya, padahal membuka wajah wanita menjadi sumber fitnah. Sehingga laki-laki, lebih layak untuk dilarang. (al-Hidayah, 1/139).

Mengingat penutup wajah termasuk larangan ihram, maka orang yang mengenakan menutup wajah karena kebutuhan mendesak, dia berkewajiban membayar fidyah.

Pendapat kedua,  lelaki yang ihram boleh menutup wajah dan tidak ada kewajiban membayar fidyah. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, diantaranya Syafiyah dan Hambali.

Alasan pendapat ini adalah hadis Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu di atas, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut dengan rinci pakaian yang dilarang dalam ihram. Namun dalam daftar yang beliau sebutkan, tidak ada penutup wajah. Sementara tradisi menutup wajah biasa dilakukan masyarakat kawasan padang pasir.

Sementara larangan menutup wajah bagi jenazah yang ihram, itu karena menutup wajah jenazah, mengharusnya menutup kepalanya. Disamping itu, terdapat bebebrapa riwayat dari sahabat bahwa mereka memakai tutup muka ketika ihram.

An-Nawawi mengatakan,

مذهبنا انه يجوز للرجل المحرم ستر وجهه ولا فدية عليه وبه قال جمهور العلماء …  واحتج أصحابنا برواية الشافعي عن سفيان بن عيينة عن عبد الرحمن بن القاسم عن ابيه (أن عثمان بن عفان وزيد ابن ثابت ومروان بن الحكم كانوا يخمرون وجوههم وهم حرم) وهذا اسناد صحيح

Madzhab kami (syafiiyah), bahwa dibolehkan bagi laki-laki ihram untuk menutup wajahnya dan tidak ada kewajiban fidyah. Dan ini pendpat mayoritas ulama… ulama madzhab kami berdalil dengan riwayat dari Sufyan bin Uyainah dari Abdurrahman bin Qasim dari ayahnya, bahwa Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, dan Marwan bin Hakam, mereka menutup wajahnya ketika mereka sedang ihram. Dan riwayat ini sanadnya shahih. (al-Majmu’, 7/268).

Al-Buhuti – ulama hambali – mengatakan,

لَوْ غَطَّى الْمُحْرِمُ الذَّكَرُ وَجْهَهُ فَيَجُوزُ رُوِيَ عَنْ عُثْمَانَ وَزَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَابْنِ الزُّبَيْرِ وَغَيْرِهِمْ ؛ وَلِأَنَّهُ لَمْ تَتَعَلَّقْ بِهِ سُنَّةُ التَّقْصِيرِ مِنْ الرَّجُلِ فَلَمْ تَتَعَلَّقْ بِهِ حُرْمَةُ التَّخْمِيرِ كَبَاقِي بَدَنِهِ .

Apabila laki-laki yang sedang ihram menutup wajahnya, hukumnya boleh. Diriwayatkan dari Utsman, Zaid bi Tsabit, Ibnu Abbas, dan Ibnu Zubair, serta ulama lainnya. Karena wajah tidak ada kaitannya dengan sunah memangkas rambut pada lelaki, sehingga tidak ada kaitannya dengan larangan untuk ditutupi, sebagaimana umumnya anggota badan.

(Kassyaf al-Qana’, 6/452).

Dalam Tharhu atTasrib dinyatakan, – setelah menjelaskan hadis Ibnu Umar di atas,

ظاهر قوله ولا تنتقب المرأة اختصاصها بذلك وأن الرجل ليس كذلك، وهو مقتضي ما ذكره أول الحديث في ما يتركه المحرم فإنه لم يذكر منه ساتر الوجه

Makna teks dari sabda beliau ‘Janganlah wanita memakai cadar’ itu khusus bagi wanita, sementara laki-laki tidak seperti itu. Dan ini sesuai degan makna bagian awal hadis, tentang hal-hal yang harus ditinggalkan oleh orang yang ihram. Di sana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan penutup wajah. (Tharhu at-Tatsrib, 5/299)

Jika kita mengambil madzhab jumhur, maka tidak masalah bagi laki-laki yang sedang ihram untuk memakai masker.

Bagaimana dengan Wanita?

Kesimpulan di atas tentang bolehnya memakai masker ketika ihram, berlaku untuk jamaah laki-laki, mengingat pendapat jumhur ulama membolehkan hal itu.

Sementara untuk kasus masker bagi wanita, sebagian ulama mendekati kajian masalah ini kembali pada batasan penutup wajah.

Ibnu Qudamah mengatakan,

وَإِنَّمَا مُنِعَتْ الْمَرْأَةُ مِنْ الْبُرْقُعِ وَالنِّقَابِ وَنَحْوِهِمَا ، مِمَّا يُعَدَّ لِسَتْرِ الْوَجْهِ

Wanita dilarang memakai cadar, burkah atau semacamnya, yang itu dianggap penutup wajah. (al-Mughni, 6/477)

Sementara masker tidak termasuk benda penutup wajah. Karena itu, jika wanita tidak berjilbab yang memakai masker, masyarakat tidak menganggapnya menutup wajahnya.

Demikian keterangan lembaga fatwa Mesir.

(Sumber: http://www.dar-alifta.org/ViewResearch.aspx?ID=193)

Jika kita menggunakan pendekatan ini, maka jamaah haji atau umrah, baik laki-laki maupun perempuan, semuanya boleh memakai masker.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/23493-hukum-memakai-masker-ketika-haji.html